Jumat, 04 Desember 2015

Apakah Indulgensi dan Sakramen Tobat Tidak Dapat Menghapuskan Hukuman Dosa?


Dalam “Kamus Liturgi sederhana” diberikan definisi indulgensi (hlm 90-91), yaitu “Penghapusan hukuman yang dapat diterima oleh orang yang dosanya sudah diampuni. Orang yang sudah diampuni dosanya masih harus menjalani hukuman karena dosa itu. Hukuman inilah yang dihapus oleh indulgensi.” Apakah ini berarti bahwa Sakramen Rekonsiliasi hanya memberikan pengampunan dosa, tetapi tidak menghapuskan hukuman dosa? Apakah selama hidup ini kita boleh melakukan indulgensi saja terus-menerus tanpa menerima Sakramen Rekonsiliasi agar hukuman dosa kita terus dikurangi?
Erna Mariantika, Malang

Pertama, perlu dimengerti terlebih dahulu ajaran Gereja tentang dosa, bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Akibat pertama menghilangkan persekutuan dengan Allah dan dengan Gereja. Akibat pertama ini bisa disebut sebagai hukuman dosa atau “siksa dosa abadi”. Akibat kedua ialah keterlekatan pendosa kepada objek dosa dan kerusakan rohani dalam diri pendosa. Akibat kedua ini berkaitan dengan sikap batin seseorang dan biasa disebut “siksa dosa sementara” (KGK 1472).

Definisi indulgensi tersebut tidak membedakan kedua akibat dosa sehingga timbul kesan yang salah bahwa dalam Sakramen Rekonsiliasi, hanya diberikan pengampunan dosa dan tidak diberikan penghapusan hukuman dosa. Ajaran Gereja yang benar ialah bahwa Sakramen Rekonsiliasi memberikan penghapusan atas dosa dan hukuman dosa, yaitu “siksa dosa abadi”. Yang tidak dihapus oleh Sakramen Rekonsiliasi ialah “siksa dosa sementara” yaitu dampak dosa berkaitan dengan keterlekatan kepada objek dosa dan kerusakan kepada sikap batin dalam diri pendosa.

Kedua, dengan demikian penghapusan dosa dan hukuman dosa (siksa dosa abadi) dilakukan melalui Sakramen Rekonsiliasi, sedangkan indulgensi hanya menghapus “siksa dosa sementara”. Maka, adalah sikap yang salah jika hanya melakukan indulgensi tanpa menerima Sakramen Rekonsiliasi. Dalam hal pengampunan, yang pokok tetap Sakramen Rekonsiliasi, praktik indulgensi adalah pelengkap.


Apakah kita bisa mendoakan seorang yang masih hidup agar mendapatkan indulgensi?

KHK Kan 994: “Setiap orang beriman dapat memperoleh indulgensi, entah sebagian entah penuh, bagi diri sendiri atau menerapkannya sebagai permohonan bagi orang-orang yang telah meninggal.” Ketentuan Hukum Gereja ini mengajarkan bahwa indulgensi bisa diterapkan bagi diri sendiri, tetapi tidak bisa diterapkan bagi orang lain yang masih hidup. Mereka yang masih hidup harus mengusahakan indulgensi sendiri. Keterlekatan kepada objek dosa dan kerusakan rohani dalam diri seseorang hanya bisa diperbaiki dengan keikutsertaan bebas dari orang yang bersangkutan.

Indulgensi bisa diterapkan juga bagi orang lain, jika orang itu sudah meninggal dunia, yaitu jiwa-jiwa di Api Penyucian, agar mereka dapat melepaskan keterlekatan kepada objek dosa dan memperbaiki sikap batin yang rusak, sehingga bisa cepat masuk surga. Indulgensi akan memulihkan sebagian atau seluruh dari keterlekatan atau kerusakan sikap batin yang rusak itu.


Apakah indulgensi bisa dikirimkan untuk semua arwah?

Indulgensi berkaitan harta kekayaan Gereja dan wewenang Gereja menerapkan kepada para anggota. Maka, ketentuan Hukum Gereja berkata, “Agar seseorang dapat memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak diekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan yang diperintahkan.” (KHK Kan 996 # 1). “Sedang agar seseorang yang mampu sungguh-sungguh memperolehnya haruslah ia sekurang-kurangnya bermaksud memperolehnya serta melaksanakan perbuatan-perbuatan yang disajikan, pada waktu yang ditentukan dan dengan cara yang semestinya, menurut garis petunjuk pemberian itu.” (KHK Kan 996 # 2). Dua ketentuan Hukum Gereja ini mengatur bahwa hanya mereka yang sudah dibaptis bisa menerima pengurangan “siksa dosa sementara” melalui indulgensi.

Penulis : Petrus Maria Handoko CM
Sumber : hidupkatolik.com, Rabu, 2 Desember 2015 15:10 WIB.

Senin, 09 November 2015

9 November : Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran.

Berkas:Sgio1.jpg

Hari ini kita merayakan pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran. Basilika Santo Yohanes Lateran - dalam Bahasa Italia: Basilica di San Giovanni in Laterano - adalah Katedral Gereja Roma dan kedudukan gerejawi resmi Uskup Roma yang adalah juga Sri Paus. Secara resmi basilika ini dinamai Archibasilica Sanctissimi Salvatoris ("Basilika Agung dari Penyelamat Yang Paling Suci") yang adalah basilika paling tua dan paling teratas dalam urutan nilai pentingnya (sebagai Katedral Roma) di antara empat basilika penting di Roma, dan memegang gelar ibu gereja ekumene (ibu gereja bagi seluruh penjuru dunia yang dihuni oleh manusia) di komunitas umat Katolik Roma. Imam Agung dari Basilika Santo Yohanes Lateran saat ini adalah Agostino Vallini, Kardinal Vikaris Jendral bagi Keuskupan Roma.


Basilik agung ini didirikan oleh kaisar Konstantinus Agung, putera Santa Helena, pada tahun 324. Dalam konteks sejarah Gereja Kristen, basilik ini merupakan basilik agung yang pertama, yang melambangkan kemerdekaan dan perdamaian di dalam Gereja setelah tiga-abad lebih berada di dalam kancah penghambatan dan penganiayaan kaisar-kaisar Romawi yang kafir. Pemberkatannya yang kita peringati pada hari ini merupakan peringatan akan kemerdekaan dan perdamaian itu.

Video : "Basilica di San Giovanni in Laterano"

Sebuah inskripsi pada bagian depannya, Christo Salvatore, mempersembahkan bangunan ini sebagai Basilika Agung dari Penyelamat Yang Paling Suci, semenjak katedral-katedral dari semua patriark didedikasikan kepada Kristus sendiri. Sebagai katedral Uskup Roma, yang memiliki tahta kepausan (Cathedra Romana), basilika ini menempatai urutan yang lebih tinggi dibandingkan semua gereja lainnya di dalam Gereja Katolik Roma, bahkan di atas Basilika Santo Petrus di Vatikan

Memang semenjak zaman para rasul, sudah ada tempat-tempat berkumpul untuk merayakan Ekaristi serta mendengarkan Firman Tuhan. Namun karena ketenteraman Gereja selalu diselingi dengan aksi-aksi pengejaran dan penganiayaam terhadap orang Kristen, maka gereja-gereja pada waktu itu hanyalah berupa sebuah ruangan di dalam rumah-rumah tinggal orang Kristen. Selama berkobarnya penganiayaan, upacara-upacara keagamaan biasanya dirayakan di katekombe-katekombe, yaitu kuburan bawah tanah di luar kota.




Ketika Kaisar Konstantinus bertobat dan mengumumkan edik Milano Dada tahun 303, ia memusatkan perhatiannya pada pembangunan gereja-gereja yang indah. Ibunya Santa Helena menjadi salah seorang pendorong dan pembantu dalam usaha mendirikan gereja-gereja itu. Gereja pertama yang dibangun ialah Basilik Agung Penebus Mahakudus di Lateran. Letaknya di atas bukit Goelius dan tergabung dengan istana kekaisaran, Lateran. Gereja ini diberkati dengan suatu upacara agung dan meriah oleh Sri Paus Silvester I (314-335) pada tahun 324. Karena basilik itu merupakan gereja katedral untuk Uskup Roma yang sekaligus menjabat sebagai Paus, maka basilik itu pun disebut 'induk semua gereja', baik di Roma maupun di seluruh dunia. Karena itu juga basilik Lateran merupakan gereja paroki bagi seluruh umat Katolik sedunia. Basilik itu sekarang disebut Gereja Santo Yohanes Lateran.

Mula-mula pesta ini hanya dirayakan di Roma, namun lama kelamaan menjadi pesta bagi seluruh gereja. Dalam pesta ini, selain kita mengenang dan memperingati kemerdekaan dan perdamaian yang dialami Gereja, kita juga mau mengungkapkan cinta kasih dan kesatuan kita dengan Uskup Roma, yang sekaligus menjabat sebagai Paus, pemersatu seluruh Gereja dalam cinta kasih Kristus.


Gereja, tempat kita berkumpul merupakan tanda dan lambang Gereja, Umat Allah. Gereja yang sebenarnya tidak dibangun dari kayu dan batu yang mati, melainkan dari batu yang hidup. 


Kitalah batu hidup yang membentuk rumah Allah itu, kediaman Roh Kudus yang indah berseri karena hidup suci. Apakah kita dalam hidup sehari-hari ikut membangun Gereja yang hidup itu?

Sumber : 
  1. www.imankatolik.or.id
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Basilika_Santo_Yohanes_Lateran

Senin, 02 November 2015

Mengenal Apa dan Siapakah Roh Kudus Itu?


Apa Roh Kudus Itu?

Jawaban Alkitab
Roh kudus adalah kuasa Allah yang sedang bekerja, tenaga aktif-Nya. (Mikha 3:8; Lukas 1:35) Allah mengirimkan roh-Nya dengan cara menyalurkan tenaga-Nya ke mana saja untuk melaksanakan kehendak-Nya.—Mazmur 104:30; 139:7.

Dalam Alkitab, kata ”roh” diterjemahkan dari kata Ibrani ruʹakh dan kata Yunani pneuʹma. Sering kali, kata-kata itu memaksudkan tenaga aktif Allah, atau roh kudus. (Kejadian 1:2) Tapi, Alkitab juga menggunakan kata-kata itu untuk memaksudkan:
  • Napas.—Habakuk 2:19; Penyingkapan (Wahyu) 13:15.
  • Angin.—Kejadian 8:1; Yohanes 3:8.
  • Daya, atau penggerak, kehidupan dalam makhluk hidup.—Ayub 34:14, 15.
  • Sikap atau sifat seseorang.—Bilangan 14:24.
  • Pribadi roh, termasuk Allah dan malaikat.—1 Raja 22:21; Yohanes 4:24.

Semua hal di atas punya kemiripan, yaitu sesuatu yang tidak kelihatan yang bisa menghasilkan sesuatu yang kelihatan. Demikian juga, roh Allah, ”seperti angin, tidak kelihatan, nonmateri dan penuh kuasa”.—An Expository Dictionary of New Testament Words, oleh W.E. Vine.


Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang menyebabkan orang percaya kepada Yesus. Dia pulalah yang memampukan mereka menjalani hidup Kristen. Roh tinggal di dalam diri setiap orang Kristen sejati. Setiap tubuh orang Kristen adalah Bait Suci tempat tinggal Roh. Roh Kudus digambarkan sebagai 'Penghibur' atau 'Penolong' (paracletus dalam bahasa Latin, yang berasal dari bahasa Yunani, parakletos), dan memimpin mereka dalam jalan kebenaran. Karya Roh di dalam kehidupan seseorang dipercayai akan memberikan hasil-hasil yang positif, yang dikenal sebagai Buah Roh.

Rasul Paulus mengajarkan bahwa seorang pengikut Kristus haruslah dapat dikenali melalui buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.

Orang Kristen juga percaya bahwa Roh Kudus jugalah yang memberikan karunia-karunia (kemampuan) khusus kepada orang Kristen, yang antara lain meliputi karunia-karunia karismatik seperti nubuat, berbahasa Roh, menyembuhkan, dan pengetahuan.

Orang Kristen arus utama yang berpandangan "sesasionisme" percaya bahwa karunia-karunia ini hanya diberikan pada masa Perjanjian Baru. Orang Kristen percaya hampir secara universal bahwa "karunia-karunia roh" yang lebih duniawi masih berfungsi pada masa kini, antara lain karunia pelayanan, mengajar, memberi, memimpin, dan kemurahan.[4] Dalam sekte-sekte Kristen tertentu, pengalaman Roh Kudus digambarkan sebagai "pengurapan". Di kalangan gereja-gereja Afrika-Amerika, pengalaman bersama Roh Kudus digambarkan sebagai suatu "kesukacitaan".

Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang dimaksudkan Yesus ketika ia menjanjikan "Penghibur" (artinya, "yang memberikan kekuatan) dalam Yohanes 14:26. Setelah kebangkitan, Yesus berkata kepada murid-muridnya bahwa mereka akan "membaptiskan dengan Roh Kudus", dan akan menerima kuasa untuk peristiwa itu.[5] Janji ini digenapi dalam peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam Kisah Para Rasul 2.

Pencurahan Roh Kudus terjadi pada hari Pentakosta, sepuluh hari setelah kenaikan Yesus ke surga atau lima puluh hari setelah peristiwa kebangkitan Yesus dari kematian. Peristiwa ini terjadi di Yerusalem pada sebuah ruang atas. Angin yang keras bertiup, lalu lidah-lidah api tampak di atas kepala para murid Yesus. Banyak orang yang kemudian mendengar para murid itu berbicara, masing-masing dalam bermacam-macam bahasa. Menurut Alkitab, murid-murid Yesus pada hari mereka menerima Roh Kudus mampu mempertobatkan tiga ribu jiwa. Masing-masing memberi dirinya dibaptis (Kitab Kisah Para Rasulpasal 2).

Dalam Injil Yohanes, penekanannya tidaklah terutama pada apa yang dilakukan oleh Roh Kudus bagi Yesus, melainkan pada kisah penganugerahan Roh kepada murid-muridnya. Kristologi "tinggi" ini, yang paling berpengaruh dalam perkembangan doktrin Trinitarian yang belakangan, memandang Yesus sebagai domba kurban. Ia telah datang di antara manusia untuk menganuerahkan Roh Allah kepada umat manusia.

Meskipun bahasa yang digunakan untuk melukiskan bagaimana Yesus menerima Roh di dalam Injil Yohanes paralel dengan laporan-laporan di dalam ketiga Injil yang lainnya, Yohanes mengisahkan kejadian ini dengan maksud untuk memperlihatkan bahwa Yesus secara khusus memiliki Roh dengan tujuan menganugerahkan Roh itu kepada para pengikutnya, mempersatukan mereka dengan dirinya, dan di dalam dia juga mempersatukan mereka dengan Bapa. (Lihat Raymond Brown, "The Gospel According to John", bab tentang "Pneumatology"). Dalam Yohanes, karunia Roh itu sama dengan kehidupan yang kekal, pengetahuan tentang Allah, kuasa untuk menaati, dan persekutuan satu dengan yang lainnya dan dengan Sang Bapa.

Alkitab juga menyebut roh kudus Allah sebagai ”tangan” atau ”jari” Allah. (Mazmur 8:3; 19:1; Lukas 11:20; bandingkan Matius 12:28.) Sama seperti seorang perajin menggunakan tangan dan jarinya untuk bekerja, Allah menggunakan roh kudus-Nya untuk menghasilkan:
  • Alam semesta.—Mazmur 33:6; Yesaya 66:1, 2.
  • Alkitab.—2 Petrus 1:20, 21.
  • Mukjizat yang dilakukan hamba-hamba-Nya zaman dahulu dan penginjilan mereka yang bersemangat.—Lukas 4:18; Kisah 1:8; 1 Korintus 12:4-11.
  • Sifat-sifat baik yang diperlihatkan orang yang taat kepada-Nya.—Galatia 5:22, 23.


Orang Kristen percaya bahwa Roh Kudus dapat memberikan karunia-karunia Roh, diantaranya adalah kemampuan berbahasa Roh, kemampuan menafsirkan bahasa Roh, berkata-kata dengan hikmat, mengadakan mujizat, menyembuhkan, melayani, bernubuat, dll.


Katekismus Gereja Katolik menyatakan hal-hal berikut dalam alinea pertama yang menjelaskan Pengakuan Iman Rasuli Aku percaya akan Roh Kudus, demikian: "Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, Sabda-Nya yang hidup; tetapi ia tidak berbicara tentang diri-Nya sendiri. Ia, yang "bersabda melalui para nabi", membuat kita mendengarkan Sabda Bapa. Tetapi kita tidak mendengarkan Dia sendiri. Kita hanya mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerima-Nya dalam iman. Roh kebenaran, yang "mengungkapkan" Kristus bagi kita, tidak berbicara "dari diri-Nya sendiri" (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan, mengapa "dunia tidak dapat menerima-Nya, karena ia tidak melihat-Nya dan tidak mengenal-Nya", sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17).

Tentang hubungan Roh Kudus dengan Gereja, Katekismus menyatakan: "Perutusan Kristus dan Roh Kudus terlaksana di dalam Gereja, Tubuh Kristus dan kanisah Roh Kudus... Jadi perutusan Gereja tidak ditambah pada perutusan Kristus dan Roh Kudus, tetapi adalah sakramen mereka. Sesuai dengan seluruh hakikatnya dan dalam semua anggotanya, Gereja itu diutus untuk mewartakan misteri persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus ... Karena Roh Kudus adalah urapan Kristus, maka Kristus, Kepala Tubuh, memberikan-Nya kepada anggota-anggota-Nya, untuk memelihara mereka, menyembuhkan mereka, menyelaraskan mereka dalam fungsinya yang berbeda-beda, menggairahkan mereka, mendorong mereka untuk memberikan kesaksian, dan mengikutsertakan mereka dalam penyerahan-Nya kepada Bapa dan dalam doa permohonan-Nya untuk seluruh dunia. Oleh Sakramen-sakramen Gereja, Kristus membagi-bagikan kepada anggota Tubuh-Nya Roh Kudus-Nya yang menguduskan.

Katekismus juga mendaftarkan berbagai lambang Roh Kudus di dalam Kitab Suci:
  • Air - melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara Pembaptisan. "Dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum dari satu Roh" (1 Korintus 12:13). Jadi, Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34; 1 Yoh. 5:8) dan yang memberi kita kehidupan abadi. (Bandingkan Yoh. 4:10-14; 7:38; Kel. 17:1-6; Yes. 55:1; Zakh. 14:8; 1 Kor 10:4; Why. 21:6; 22:17)
  • Urapan - salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. (Bandingkan 1 Yoh. 2:20-27; 2 Kor 1:21) Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan "Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. "Khristos" (terjemahan dari perkataan Ibrani "Mesias") berarti yang "diurapi dengan Roh Allah".
  • Api - melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Dalam "lidah-lidah seperti api" Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3-4).
  • Awan dan sinar - Roh turun atas Perawan Maria dan "menaunginya", supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Luk. 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, "yang menaungi" Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan "satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (Lukas 9:34-35).
  • Meterai - Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa dengan meterai-Nya" (Yoh. 6:27; bandingkan 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:3) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa Yunani "sphragis") menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.
  • Jari - "Dengan jari Allah" Yesus mengusir setan (Luk. 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan "jari Allah" atas loh-loh batu (Kel. 31:18), "surat Kristus" yang ditulis oleh para Rasul, "ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia" (Kel. 31:18; 2 Kor. 3:3).
  • Merpati - Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya.



Roh kudus bukan suatu pribadi

Dengan menyebut roh Allah sebagai ”tangan”, ”jari”, atau ”napas” Allah, Alkitab menunjukkan bahwa roh kudus bukan suatu pribadi. (Keluaran 15:8, 10) Tangan seorang perajin tidak bisa bekerja sendiri tanpa pikiran dan tubuhnya; begitu juga, roh kudus Allah hanya bisa bekerja jika Ia mengendalikannya. (Lukas 11:13) Alkitab juga mengibaratkan roh Allah dengan air dan menyebutkannya bersama hal-hal seperti iman dan pengetahuan. Semua perbandingan ini menunjukkan bahwa roh kudus bukanlah suatu pribadi.—Yesaya 44:3; Kisah 6:5; 2 Korintus 6:6.

Alkitab memberitahukan nama Allah Yehuwa dan Putra-Nya, Yesus Kristus; tapi, nama roh kudus sama sekali tidak ada. (Yesaya 42:8; Lukas 1:31) Sewaktu Stefanus, seorang martir Kristen, secara mukjizat mendapat penglihatan tentang surga, ia hanya melihat dua pribadi, bukan tiga. Alkitab mengatakan, ”Stefanus, yang penuh dengan roh kudus, menatap ke langit dan terlihatlah kemuliaan Allah dan Yesus yang berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55) Roh kudus adalah kuasa Allah yang bekerja, yang membuat Stefanus bisa menyaksikan penglihatan itu.


Kesalahpahaman tentang roh kudus

Kesalahpahaman: 
”Roh Kudus” adalah pribadi dan bagian dari Tritunggal, seperti yang dicatat di 1 Yohanes 5:7, 8 dalam Alkitab Terjemahan Baru.

Fakta: 
Dalam 1 Yohanes 5:7, 8, Alkitab Terjemahan Baru memasukkan kata-kata ”(di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi)”. Tapi, para peneliti mendapati bahwa kata-kata itu tidak ditulis oleh rasul Yohanes dan seharusnya tidak ada dalam Alkitab. Profesor Bruce M. Metzger menulis, ”Kata-kata ini sudah pasti palsu dan tidak patut ada dalam Perjanjian Baru.”—A Textual Commentary on the Greek New Testament.

Kesalahpahaman: 
Alkitab menyebut roh kudus seolah ia suatu pribadi, ini membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: Alkitab memang kadang menyebut roh kudus seolah itu suatu pribadi, tapi ini tidak membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi. Alkitab juga menggambarkan hikmat, kematian, dan dosa seolah semua itu pribadi. (Amsal 1:20; Roma 5:17, 21) Misalnya, hikmat dikatakan memiliki ’perbuatan’ dan ’anak’, dan dosa digambarkan bisa memikat, membunuh, dan menghasilkan keinginan akan milik orang lain.—Matius 11:19; Lukas 7:35; Roma 7:8, 11.

Demikian pula, sewaktu rasul Yohanes mengutip kata-kata Yesus, ia menggambarkan roh kudus sebagai ”penolong” yang bisa memberikan bukti, membimbing, berbicara, mendengar, menyatakan, memuliakan, dan menerima. Ia menggunakan kata ganti maskulin ”dia” sewaktu menyebut tentang ”penolong” itu. (Yohanes 16:7-15) Tapi, alasannya adalah karena kata Yunani untuk ”penolong” (pa·raʹkle·tos) adalah kata benda maskulin dan dalam tata bahasa Yunani kata gantinya harus dalam bentuk maskulin juga. Sewaktu mengacu kepada roh kudus dengan kata benda netral, yaitu pneuʹma, Yohanes menggunakan kata ganti netral ”itu”.—Yohanes 14:16, 17.


Kesalahpahaman: 
Baptisan dengan nama roh kudus membuktikan bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: 
Alkitab kadang menggunakan kata ”nama” untuk menunjukkan kekuasaan atau kewenangan. (Ulangan 18:5, 19-22; Ester 8:10) Ini mirip dengan ungkapan ”atas nama hukum”. Itu tidak berarti hukum adalah suatu pribadi. Seseorang yang dibaptis ”dengan nama” roh kudus mengakui kuasa dan peranan roh kudus dalam melaksanakan kehendak Allah.—Matius 28:19.

Kesalahpahaman: 
Rasul-rasul dan murid-murid Yesus masa awal percaya bahwa roh kudus adalah suatu pribadi.

Fakta: 
Alkitab tidak berkata demikian, begitu pula sejarah. Encyclopædia Britannica menyatakan, ”Pengertian bahwa Roh Kudus adalah suatu Pribadi ilahi tersendiri . . . muncul pada Konsili Konstantinopel tahun 381 Masehi.” Itu lebih dari 250 tahun setelah rasul terakhir meninggal.

Penyusun : Yohanes Gitoyo, S Pd
Sumber : 
  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Roh_Kudus
  2. http://www.jw.org/id/ajaran-alkitab/pertanyaan/apa-roh-kudus-itu.


Apakah Perbedaan Roh, Arwah, dan Setan.


Roh (bahasa Arab: روح, ruuh) adalah unsur non-materi yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya kehidupan.

  • Pandangan Islam.

Ruh-ruh manusia ketika berada di alam ruh.
Menurut agama Islam, manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah Ta'ala, setelah diciptakan-Nya makhluk lain seperti malaikat, jin, alam semesta, hewan (binatang), tumbuhan dan lainnya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.

Pada persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an di dalam surah Al A'raf, yang berbunyi

...dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al A’raf: 172)

Dengan kesaksian dan perjanjian ini maka seluruh manusia lahir ke dunia dianggap sudah memiliki nilai, yaitu nilai fitrah beriman kepada Allah dan ajaran yang lurus.

  • Pandangan Kristen.


Bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Materi yang tidak memiliki sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.

Etimologi.
Roh atau roh ( Ibrani רוח baca: ru-ach ) adalah unsur ketiga yang membentuk kehidupan manusia. Paulus menyebutkan bahwa manusia terdiri dari tiga unsur: roh, jiwa dan tubuh (1 Tes 5:23). Unsur tubuh jasmani adalah wadag yang dapat kita raba, jiwa disebut juga nyawa ada di dalam darah, sedangkan unsur ketiga yaitu roh adalah yang memberi manusia kesadaran. Tubuh jasmani dapat binasa, tetapi roh manusia bersifat kekal.

Allah adalah Roh.
Kepercayaan Kristen mengakui bahwa Allah adalah Roh (Yohanes 4:24). Yesus Kristus menyebut Allah sebagai bapa Bapa sehingga dalam pemahaman Kristen, maka Bapa juga adalah Roh.


Roh Kudus.
Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri, atau Roh TUHAN itu sendiri. Roh Kudus tidak diciptakan, melainkan keluar dari Bapa (Yohanes 15:26). Roh Kudus hanya satu, namun dapat sekaligus memenuhi sejumlah besar manusia dan memberikan rupa-rupa karunia Roh (1 Korintus 12:4)

Arwah.
Arwah adalah roh manusia yang sudah meninggal dunia. Kristen mempercayai bahwa setiap arwah orang benar, ketika mereka meninggal, arwahnya ditempatkan oleh Malaikat Tuhan ke Firdaus Allah yaitu ke pangkuan Abraham(Lukas 16:23), sedangkan orang yang tidak benar maka arwahnya akan ditempatkan di Hades.


Roh-roh jahat.
Iblis disebut juga Satan dipercayai Kristen sebagai seorang pribadi roh (tunggal, bukan jamak) yang berasal dari penghulu malaikat yang memberontak kepada Allah, lalu diusir dari Sorga.

Setan-setan yang juga disebut roh-roh jahat bermakna banyak, adalah sepertiga jumlah malaikat yang terpengaruh Iblis, ikut memberontak, dan lalu diusir dari Sorga, dan dijatuhkan ke Bumi. Baik Iblis maupun roh-roh jahat mempunyai kecenderungan menggoda umat manusia supaya berbuat dosa agar kelak mendapat hukuman Tuhan di Neraka setelah Hari Penghakiman.

Sumber : 
https://id.wikipedia.org/wiki/Roh

Selasa, 20 Oktober 2015

Paus Fransiskus "Sudah Mengizinkan" Perceraian Perkawinan Dalam Gereja Katolik ?


Saya mendengar berita bahwa Paus Fransiskus sudah mengizinkan perceraian perkawinan dalam Gereja Katolik. Tapi, beberapa imam yang saya tanyai mengatakan bahwa belum ada berita resmi. Manakah yang benar?
Caecilia, 082139233xxx

Jawab :

Pertama, tidak benar bahwa Paus Fransiskus mengizinkan perceraian dalam Gereja Katolik. Pemberitaan di internet itu memelintir kata untuk mencari sensasi, yaitu menggantikan kata “perpisahan” dengan kata “perceraian”. Yang benar ialah Paus Fransiskus mengingatkan kembali kepada Ajaran Gereja bahwa jika keadaan memaksa, “dalam keadaan tertentu yang memaksa” dan demi kebaikan yang lebih besar, maka diizinkan terjadi perpisahan antara suami dan istri. Perpisahan ini bukan dan sungguh-sungguh tidak sama dengan perceraian. Pemberitaan di internet sengaja mengacaukan penggunaan kedua kata itu dengan menyamakan antara perpisahan dan perceraian. Akibatnya, pembaca berita menangkap bahwa Paus Fransiskus mengizinkan perceraian.

Kedua, Ajaran Gereja Katolik bahwa sebuah perkawinan yang sah (ratum et consummatum) itu tak terceraikan berasal dari data wahyu sehingga tidak bisa diubah. Sifat tak terceraikan perkawinan yang sah (indissolubilitas) itu mutlak, artinya tak bisa diubah oleh kuasa manusiawi maupun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian (KHK Kan 1141). Jadi, seorang pimpinan tertinggi Gereja Katolik tidak boleh dan tak bisa mengubah ajaran Yesus ini.

Ketiga, perlu dibedakan antara perceraian dan perpisahan. Perceraian ialah pemutusan secara konstitutif sebuah perkawinan yang sudah sah secara hukum. Alasan yang ditampilkan bisa bermacam-macam. Perceraian yang demikian tidak dikenal dalam Gereja Katolik.

Jika keadaan sangat mendesak dan demi melindungi keselamatan salah satu pihak dan atau anak-anak, Gereja memungkinkan ada perpisahan, dengan tetap mempertahankan ikatan perkawinan yang sah (KHK Kan 1151-1155). Perpisahan berarti bahwa suami istri tidak lagi hidup bersama atau hidup secara terpisah (Lat: separatio).

Keempat, karena perkawinan itu pada dasarnya ialah hidup bersama (Kan 1055 dan 1151), maka suami istri memiliki kewajiban dan hak membina hidup bersama. Kewajiban ini tidak mutlak. Hukum Gereja mengakui ada alasan legitim (sah) yang membebaskan suami istri dari kewajiban hidup bersama, yaitu karena zinah (Kan 1152), ada bahaya yang serius, dan tak tertahankan (Kan 1153).

Alasan-alasan Kan 1153 inilah yang diangkat kembali oleh Paus Fransiskus dalam audiensi pada Rabu, 24 Juni 2015 yang lalu. Ada saat ketika “secara moral perlu”, atau bahkan “tak terelakkan” ada perpisahan antara suami istri demi menjaga keselamatan badan dan jiwa salah satu pasangan yang lebih lemah atau anak-anak dari orangtua yang bertengkar atau dari intimidasi dan kekerasan, dari pelecehan dan eksploitasi, atau dari penelantaran dan sikap tak peduli. Perlu dihindari dampak kerugian yang harus ditanggung seumur hidup oleh anak karena orangtua yang bertengkar. Keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan seperti ini memerlukan pendampingan secara serius. Dalam kasus berat ini, otoritas gerejawi yang berwenang perlu dilibatkan sebelum mengambil keputusan untuk berpisah. Pernyataan Bapa Suci memberikan nada yang lebih positif tentang kemungkinan hidup berpisah ini.


Meskipun membuka kemungkinan hidup terpisah, Gereja tetap mengutamakan kemungkinan mempertahankan hidup bersama: “Dalam semua kasus itu, bila alasan berpisah sudah berhenti, hidup bersama harus dipulihkan, kecuali ditentukan lain oleh otoritas gerejawi.” (Kan 1153 # 2). Juga diserukan, “Terpujilah bila pasangan yang tak bersalah dapat menerima kembali pihak yang lain untuk hidup bersama lagi; dalam hal demikian ia melepaskan haknya untuk berpisah” (Kan 1155).

Petrus Maria Handoko CM
Sumber : www.hidupkatolik.com, Kamis, 1 Oktober 2015 10:37 WIB.

Rabu, 07 Oktober 2015

Berapa harga untuk minta ujub dalam perayaan Ekaristi ?

Misa Tidak Diperjualbelikan

Berapa harga untuk minta ujub dalam perayaan Ekaristi? Apakah ada dasar biblis dari praksis minta ujub ini? Apa peruntukan dari dana ujub ini? Untuk pemberkatan pabrik atau toko, apakah ada tolok ukur jumlah persembahan?
Susan Kurniawati, Malang

Pertama, baik untuk disadari bahwa dalam pelayanan rohani Gereja dilarang melakukan jual beli rahmat. Karena itu, tidak digunakan kata “harga” yang biasa dipakai dalam praktik jual beli. “Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual beli stips Misa” (KHK Kan 947). Umat boleh memohon ujub Misa dengan mempersembahkan derma bagi Gereja atas pelayanan rohani yang diterima. Tidak ada harga tertentu yang harus dibayar, tak ada tarif! Derma atau persembahan itu disebut stipendium (Latin) atau iura stolae (Latin). Memperjualbelikan rahmat dalam Gereja merupakan dosa simonia.

Kedua, pemberian stipendium ini bukanlah suatu kewajiban yang mengikat, juga karena bersifat persembahan. Maka, “sangat dianjurkan agar para imam merayakan Misa untuk intensi umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips (KHK Kan 945 #2).” “Pelayan sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi pelayanannya selain persembahan (oblationes) yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi harus selalu dijaga agar orang miskin jangan sampai tidak mendapat bantuan sakramen-sakramen karena kemiskinannya” (Kan 848). Imam juga tidak boleh menuntut jumlah yang lebih besar, tetapi boleh menerima, jika umat memberikan secara sukarela.

Ketiga, praksis memberi derma atau persembahan oleh umat ini sudah berkembangan sejak awal Gereja, baik dengan tujuan untuk menggantikan biaya perlengkapan Ekaristi, seperti lilin, anggur, roti, serta yang lain, maupun untuk mendukung hidup imam serta mendukung karya Gereja bagi orang-orang miskin (1 Kor 9:13; 16:1-4). Stipendium adalah bentuk keikutsertaan umat dalam bertanggung jawab secara ekonomis atas kesejahteraan Gereja dan kehidupan para pelayanannya (Kan 946).

Meskipun stipendium itu bersifat sukarela atau suatu persembahan, jumlah stipendium bisa ditentukan pertemuan para uskup atau konferensi waligereja setempat (Kan 952 #1). Pada umumnya, besar stipendium sebuah Misa adalah sebesar biaya makan yang pantas untuk sehari.

Keempat, ada peraturan yang sangat ketat dalam penerimaan dan pemakaian stipendium (KHK Kan 945-958, Kan 1380 dan Statuta Keuskupan Regio Jawa 1988 No. 97-99). Biasa satu Misa hanya diperbolehkan untuk satu intensi. Jika ada intensi lain, maka penerimaan intensi kedua haruslah dilakukan dengan izin peminta intensi pertama. Tetapi karena jumlah Misa sedikit dan sangat banyak intensi, sudah menjadi kebiasaan yang diterima di banyak paroki bahwa sebuah Misa bisa dipersembahkan untuk berbagai intensi tanpa harus bertanya lagi kepada peminta intensi pertama.

Kelima, meskipun bersifat sukarela dan tanpa tarif, persembahan yang diberikan untuk sebuah pelayanan rohani juga merupakan ungkapan syukur dan terima kasih, sekaligus ungkapan permohonan berkat. Maka, umat juga perlu dididik untuk menghargai keluhuran berkat yang diterima dan mengungkapkan apresiasi ini secara murah hati dalam stipendium yang diberikan. Misal pemberkatan sebuah pabrik atau toko yang secara ekonomis produktif tentu mengandaikan ungkapan syukur dan permohonan yang lebih besar daripada pemberkatan sebuah rumah sederhana di kampung. Kemurahhatian umat kepada Gereja bisa dipandang sebagai ungkapan doa permohonan akan kemurahhatian Allah bagi pekerjaan mereka selanjutnya. Allah akan bermurah hati kepada mereka yang murah hati. Demikian juga, berbahagialah mereka yang memberi dengan sukacita.

Penulis : Petrus Maria Handoko CM 
Sumber : hidupkatolik.com, Senin, 5 Oktober 2015 15:25 WIB.

Kamis, 01 Oktober 2015

Apa itu Devosi Kepada Bunda Maria?


Devosi menurut St. Franciskus dari Sales adalah “kesigapan dan kegairahan hidup rohani, yang melaluinya kasih bekerja di dalam kita, ataupun kita di dalamnya, dengan cinta dan kesiapsiagaan; dan seperti halnya kasih memimpin kita untuk menaati dan memenuhi semua perintah Tuhan, maka devosi memimpin kita untuk menaati semua itu dengan segera dan tekun…. maka devosi tidak hanya membuat kita aktif, bersedia, dan tekun dalam melaksanakan perintah Tuhan, tetapi terlebih lagi devosi mendorong kita untuk melakukan semua perbuatan baik dengan penuh semangat dan kasih, bahkan perbuatan- perbuatan yang tidak diharuskan, tetapi hanya dianjurkan ataupun disarankan.”[1] Dengan demikian, devosi merupakan ungkapan kasih untuk memenuhi semua perintah Tuhan. Jika Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya untuk menerima ibu-Nya, Bunda Maria, sebagai ibu (lih. Yoh. 19:26-27), maka sudah selayaknya kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani kita.


Namun demikian, penghormatan kepada Bunda Maria tidak dapat disamakan dengan penghormatan kita kepada Tuhan. Gereja Katolik membedakan antara penyembahan dan penghormatan, berdasarkan ajaran St. Agustinus:[2]
  1. Latria (penyembahan, ‘worship/ adoration‘) yang hanya ditujukan kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus)
  2. Dulia (penghormatan, ‘veneration‘) yang ditujukan kepada:

  •  Para orang Kudus, termasuk Bunda Maria (kadang kepada Maria, disebut hyperdulia)
  • Penghormatan kepada benda tertentu yang melambangkan Allah ataupun Para Kudus dan Maria. Contohnya yaitu salib (crucifix), patung Bunda Maria, Patung santa-santo, dll. Penghormatan ini kadang disebut sebagai dulia- relatif.  Kata latria dan dulia ini memang tidak secara eksplisit tertera di dalam Kitab Suci, tetapi, kita dapat melihat penerapannya dengan jelas.
  1. Penyembahan/ Latria, nyata pada perintah pertama dalam kesepuluh Perintah Allah, yaitu untuk menyembah Allah saja dan jangan ada allah lain yang disembah selain Dia (Kel 20: 1-6). Penyembahan kepada Allah dengan sujud menyembah disebutkan dalam 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:7; 1 Mak 4:55.
  2. Penghormatan/ Dulia, nyata pada penghormatan para saudara Yusuf kepada Yusuf (lih. Kej 42:6) dan Yusuf yang sujud sampai ke tanah menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12). Demikian pula, Nabi Natan sujud ke tanah menghormati Daud (1 Raj 1: 23); Absalom sujud ke tanah menghormati ayahnya Daud (2 Sam 14:33). Tentu mereka ini bukan menyembah berhala, namun menghormati orang tua sesuai perintah Tuhan.
  3. Penghormatan ‘Dulia relatif‘ ini misalnya saat Musa membuat ular dari tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat Yoh 3:14).  Dalam Perjanjian Lama (PL), Allah menyuruh orang Israel ‘memandang ke atas’ ular tembaga tersebut agar disembuhkan; sedangkan pada Perjanjian Baru (PB), siapa yang memandang Kristus yang ditinggikan di kayu salib dan percaya kepada-Nya, akan disembuhkan dari dosa. Tentu dalam PL, orang Israel tidak menyembah berhala, sebab Allah-lah yang menyuruh mereka menghormati/ memandang ke atas ular tembaga yang dibuat oleh Musa itu, yang merupakan gambaran Kristus yang kelak dinyatakan dalam PB. Penghormatan dulia- relatif lainnya yang dicatat dalam Kitab Suci, adalah ketika Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16). Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua mencatat bahwa Yosua bersama- sama para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6). Tentu tabut itu bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap Akhan, yang melanggar perintah-Nya.

Maka penghormatan yang diberikan kepada seseorang karena keistimewaannya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan. Penghormatan macam ini diberikan juga dalam kejuaraan- kejuaraan, seperti dalam olimpiade, academy award, atau juga dalam sekolah- sekolah yang menghargai murid-murid yang berprestasi. Terhadap Bunda Maria, penghormatan kita menjadi istimewa, karena tak ada seorangpun dalam sejarah manusia yang mempunyai peran seperti Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah, yaitu sebagai Bunda yang melahirkan Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Dengan keistimewaannya ini, Maria layak menerima penghormatan istimewa, yang disebut sebagai hyperdulia.

Selanjutnya, terdapat perbedaan cara penyembahan- latria dan penghormatan- dulia. Penyembahan tertinggi- latria ini diwujudkan dalam perayaan Ekaristi, yaitu doa Gereja yang disampaikan dalam nama Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Penghormatan- dulia kepada Maria dinyatakan misalnya dalam doa- doa rosario, novena, nyanyian, baik sebagai doa pribadi ataupun kelompok. Sedangkan penghormatan dulia relatif terlihat jika umat Katolik berlutut saat berdoa di depan patung Yesus dan patung Bunda Maria, karena yang dihormati bukan patungnya, tetapi pribadi yang diwakilkannya, yaitu Tuhan Yesus, dan Bunda Maria.


Dasar Kitab Suci:
  • Kel 20: 1-6; 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:6; 1 Mak 4:55 : Contoh penyembahan- latria
  • Kej 42:6; Kej 48:12; 1 Raj 1: 23; 2 Sam 14:33: Contoh penghormatan- dulia
  • Bil 21:8-9; Yoh 3:14: Contoh dulia relatif
  • Kel 20:12: Hormatilah ayah ibumu
  • Yoh. 19:26-27: Yesus memberikan Bunda Maria agar menjadi ibu bagi murid- murid-Nya.
  • Luk 1:28: Salam Maria, Hail, full of grace
  • Luk 1:42: Maria Bunda Allah
  • Luk 1:48: Segala keturunan akan menyebut Maria berbahagia
  • Luk 11:27: Berbahagialah ibu yang telah mengandung Yesus …


Dasar Tradisi Suci:
  • Julius Africanus (160-240)

“Kemuliaanmu besar; sebab engkau ditinggikan di atas semua perempuan yang terkenal, dan engkau dinyatakan sebagai ratu di atas segala ratu.” (Julius Africanus, Events in Persia: on the Incarnation of our Lord and God and Saviour Jesus Christ, http://www.newadvent.org/fathers/0614.htm)
  • St. Gregorius dari Neocaesarea (213-275)

“Maka dengan lemah lembut, rahmat membuat pilihan terhadap Maria yang murni, satu- satunya dari semua generasi …. (St. Gregorius dari Neocaesarea, Four Homilies, The First Homily on the Annunciation to the Holy Virgin Mary, http://www.newadvent.org/cathen/07015a.htm)
  • Doa Sub Tuum Presidium (250 AD), yaitu doa penghormatan kepada Bunda Maria, Bunda Allah, yang kepadanya jemaat memohon pertolongan:


We fly to your patronage, O holy Mother of God,
despise not our petitions in our necessities,
but deliver us from all dangers.
O ever glorious and blessed Virgin.Kami berlari kepada perlindunganmu, O Bunda Allah yang kudus
Jangan menolak permohonan-permohonan kami dalam kesesesakan kami
tetapi bebaskanlah kami dari segala bahaya
O, Perawan yang termulia dan terberkati.
  • St. Basil Agung (329-379)

“…. bahwa Maria yang suci, yang melahirkan-Nya… adalah Ibu Tuhan. Aku mengakui juga para rasul yang suci, para nabi dan para martir; dan memohon kepada mereka untuk memohon kepada Allah, bahwa melalui mereka, melalui pengantaraan mereka, Tuhan yang berbelas kasih dapat mendengarkan aku…. Karena itu juga, aku menghormati dan mencium gambar- gambar mereka, seperti halnya yang diturunkan dari para rasul yang kudus, dan tidak dilarang, melainkan ada di dalam semua gereja- gereja kita.” (St. Basil the Great, Letter 360. Of the Holy Trinity, the Incarnation, the invocation of Saints, and their Images).
  • St. Ephrem dari Syria (wafat 373)

Lagu hymne karangan St. Efrem tentang kelahiran Tuhan “juga hampir sama menyanyikan lagu pujian kepada Bunda Perawan” (Bardenhewer, Sermons on Mary II)
  • St. Epiphanus (403)

“Maria harus dihormati, tetapi Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus harus disembah. Tak seorangpun boleh menyembah Maria.” (St. Epiphanus, Haer 79,7)


Dasar Magisterium Gereja:
  • Konsili Efesus (431) dan Konsili Chalcedon (451): Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah (De fide)
  • Konsili Trente  (1545- 1564) dan Paus Pius XII: “Dalam konteks ini, istilah devosi digunakan untuk menggambarkan praktek eksternal (doa-doa, lagu- lagu pujian, pelaksanaan suatu kegiatan rohani yang berkaitan dengan waktu- waktu atau tempat- tempat tertentu, insignia, medali, kebiasaan- kebiasaan). Dihidupkan oleh sikap iman, praktek- praktek tersebut menyatakan hubungan yang khusus antara umat beriman dengan Pribadi Allah [Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus] atau kepada Perawan Maria yang terberkati, dalam hak- hak istimewanya tentang rahmat dan segala sebutannya yang mengekspresikan keistimewaan tersebut, atau dengan para Santo/a di dalam konfigurasi mereka dengan Kristus atau di dalam peran mereka di dalam kehidupan Gereja.” (Lih. Konsili Trente, Decretum de invocatione, veneratione, et reliquiis Sanctorum, et sacris imaginibus (3. 12. 1563), dalam DS 1821-1825;  Paus Pius XII, Surat ensiklik Mediator Dei, dalam AAS 39 (1947) 581-582; SC 104; LG 50)
  • Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium (LG): 66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)

“Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam perlindungannya umat beriman memperoleh perlindungan dari bahaya serta kebutuhan mereka.” 

Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus….. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – yang melalui-Nya segala sesuatu diciptakan (lih. Kol 1:15-16), dan yang di dalamnya Bapa menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya berdiam (Kol 1: 19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.” (LG, 66)
  • Maria, Bunda Allah, dihormati secara khusus, dengan istilah Hyperdulia (Sententia certa- lih. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 215)


Bacaan lebih lanjut:

  1. http://katolisitas.org/2010/02/17/tanggapan-terhadap-tuduhan-penyembahan-maria/
  2. http://katolisitas.org/2008/11/21/katolik-tidak-langsung-berdoa-kepada-bapa-di-sorga/
  3. http://katolisitas.org/2011/05/12/mengapa-umat-katolik-mohon-dukungan-doa-kepada-orang-orang-kudus-yang-sudah-meninggal-dunia/
  4. http://katolisitas.org/2009/08/06/apakah-mohon-doa-dari-para-orang-kudus-bertentangan-dengan-firman-tuhan/
  5. http://katolisitas.org/2010/04/29/belajar-dari-st-thomas-aquinas-tentang-memohon-dukungan-doa-orang-kudus/


CATATAN KAKI:

  1. lih. St. Francis de Sales, An Introduction to the Devout Life, (Rockford, Illinois: TAN books and Publishers, 1942), p. 3 [↩]
  2. lih. St. Augustinus, City of God X. 2 [↩]

Selasa, 08 September 2015

Bunda Maria "Tanpa Noda", Apa Maksudnya?


Berikut ini adalah cerita yang tidak ada hubungannya dengan Dogma Maria tersebut, tetapi mungkin dapat membantu kita untuk mengerti konsep dasarnya…

Suatu hari, di suatu desa terpencil, ada seorang (sebut saja bernama Sukri) menemukan kloset duduk yang dibuang di dekat jalan kampung. Ia tidak pernah melihat benda itu seumur hidupnya, sehingga tidak tahu kalau itu adalah kloset (jamban). Dia bahkan mengagumi benda itu, karena dipikirnya ‘antik’. Sukri membawa pulang kloset itu ke rumah dan dibersihkannya sampai ‘kincrong‘. Kebetulan esok harinya Sukri berulang tahun dan dia berencana mengundang teman-teman satu kampung. Dia berpikir, alangkah uniknya jika nasi tumpeng ulang tahunnya diletakkan di dalam ‘benda’ itu (yaitu kloset), supaya ‘penemuan baru’-nya ini dapat dipamerkan kepada teman-temannya.

Sekarang, bayangkanlah, jika anda termasuk di antara orang-orang yang datang ke pesta Sukri. Anda pasti tahu kalau ‘barang’ itu adalah kloset. Apakah reaksi anda begitu melihat nasi tumpeng yang ditempatkan di dalam kloset itu? Ada rasa aneh dan tidak ‘nyambung‘, bukan? Demikianlah, Yesus yang kemuliaan dan kekudusanNya jauh melebihi semua, tidak mungkin lahir ke dunia melalui seorang perempuan yang berdosa. Karena noda dosa itu jauh lebih buruk daripada kloset, dan Yesus itu kemuliaannya jauh mengatasi dan tidak dapat dibandingkan dengan nasi tumpeng; maka kesimpulannya, ada jurang yang tak terjembatani antara keduanya. Nasi tumpeng tak pernah klop diletakkan di dalam kloset; dan tentu, Yesus yang Maha Kudus, tak mungkin dapat dikandung oleh rahim seseorang yang tercemar dosa. Maka oleh kuasaNya, Allah menguduskan rahim itu, membuat ia terbebas dari noda dosa. Karena Tuhan tidak dapat mengingkari diri-Nya sendiri yang tanpa dosa, sama seperti Dia tidak dapat menjadi tidak setia (lih 2 Tim 2:13).


Dogma Perawan Bunda Maria dikandung tidak bernoda

Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa asal.[1]

Mungkin ada orang bertanya, -terutama mereka yang bukan beragama Katolik- kenapa ada perlakuan khusus buat Bunda Maria, bukankah Maria itu manusia biasa saja seperti kita? Lalu, kenapa baru pada tahun 1854 diumumkan dogma ini, apakah ini pengajaran buatan manusia saja (Paus dan pembantu-pembantunya) ataukah sungguh dari Allah? Mari kita lihat, kenapa kita sebagai orang Katolik percaya bahwa pengajaran ini berasal dari Allah, dan karenanya wajib kita yakini dan kita syukuri.


Bukan pengajaran ‘kagetan’ melainkan sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sejak lama

Gereja Katolik tidak pernah mengubah, menghapus, atau menambah pengajaran “deposit of faith” yang ada padanya sejak dari Gereja awal, namun hanya menjaga dan mempertahankannya. Perlu kita ingat bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci bagi orang Katolik itu sama pentingnya, karena berasal dari sumber yang sama: Allah sendiri. (Lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, Bagian 3) Dogma Perawan Maria dikandung tanpa noda ini telah dirintis oleh Paus Sixtus IV (abad ke-15) yang diteruskan sampai ke jaman Paus Pius IX (abad ke -19), tetapi sesungguhnya pengajaran tersebut sudah merupakan hal yang diyakini oleh Gereja sejak abad awal, seperti dinyatakan oleh Santo Ephraem (abad ke-4)[2] dan Santo Agustinus (abad ke-5)[3]dengan dasar pemikiran dari Santo Ireneus (abad ke-2).[4]

Jadi Dogma tersebut bukan pengajaran ‘kagetan’ atau innovasi dari Paus Pius IX di abad ke-19!


Bunda Maria sendiri menyatakan dirinya sebagai “Immaculate Conception”


Empat tahun setelah pengajaran yang diberikan oleh Paus Pius IX, Bunda Maria menampakkan diri di Lourdes, Perancis (1858). Penampakan Bunda Maria di Lourdes (di grotto Massabielle) terjadi selama 18 kali kepada Bernadette Soubirous, seorang gadis desa yang yang waktu itu berumur 14 tahun. Penampakan Bunda Maria di Lourdes ini sudah diakui oleh Gereja Katolik sebagai penampakan yang otentik. Dalam penampakan itu (penampakan ke- 16), Bunda Maria menyatakan dirinya sebagai “Perawan yang dikandung tanpa noda dosa”/ the Immaculate Conception kepada Bernadette yang pada waktu itu tidak memahami makna “the Immaculate Conception“, terutama karena ia adalah gadis desa yang buta huruf. Pernyataan dari Bunda Maria ini mengkonfirmasikan ajaran dari Bapa Paus Pius IX, dan dengan demikian juga membuktikan infalibilitas ajaran Bapa Paus tersebut.


Dasar dari Kitab Suci

Alasan pertama Bunda Maria dikandung tanpa noda ini berhubungan dengan peran istimewanya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Jadi, walaupun benar Maria manusia biasa, ia bukan manusia ‘kebanyakan’ seperti kita. Sebab, memang rencana keselamatan itu terbuka untuk semua orang (Yoh 3:16), tetapi Ia hanya memilih satu orang untuk menjadi ibu-Nya, yaitu Maria. Kita tahu bahwa Allah adalah Kudus, sempurna dan tak ada dosa di dalam Dia, maka sudah sangat layaklah bahwa ketika memutuskan untuk dilahirkan di dunia, Yesus menguduskan terlebih dahulu seseorang yang melaluinya Ia akan dilahirkan. Mungkin hal ini tidak terbayangkan oleh kita, karena kita manusia tidak bisa melakukannya. Kita tidak bisa memilih ibu kita sendiri, apalagi membuat dia kudus dan sempurna sebelum kita lahir. Tetapi, Allah bisa, dan itulah yang dilakukan-Nya. Mengapa Tuhan melakukan ini? Karena Ia tidak dapat mengingkari jati DiriNya sebagai Allah yang Kudus. Mari kita lihat kebesaran Allah melalui apa yang dilakukanNya terhadap Bunda Maria seperti yang ditulis dalam Alkitab.


1. Bunda Maria disebutkan pada awal mula, sebagai ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej 3:15).

Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (‘New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus.[5] Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan.[6] Ungkapan ‘woman‘ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4)[7] dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26).[8]Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ‘sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’.

‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.”[9] Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kej 3:15).


2. Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian yang Baru.

Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran bab 25 sampai dengan 31, Kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4). Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa oleh Allah.


3. Bunda Maria dikatakan sebagai ‘penuh rahmat’ pada saat menerima Kabar Gembira.

Pada saat malaikat Gabriel memberitakan Kabar Gembira, ia memanggil Maria sebagai, ‘…hai engkau yang dikaruniai’, Tuhan menyertai engkau.’ (Luk 1:28) (“Hail, full of grace…”, – RSV Bible) Kata, ‘Hail, full of grace‘ ini tidak pernah ditujukan kepada siapapun di dalam Alkitab, kecuali kepada Maria.[10] Kepada Abraham yang akan menjadi Bapa para bangsa, ataupun kepada Musa salah satu nabi terbesar, Allah tidak pernah menyapa mereka dengan salam. Kepada Maria, Allah bukan saja hanya memberi salam, tetapi juga memenuhinya dengan rahmat (grace), yang adalah lawan dari dosa (sin). Dan karena dikatakan ‘full of grace’, maka para Bapa Gereja mengartikannya bahwa seluruh keberadaan Maria dipenuhi dengan rahmat Allah dan semua karunia Roh Kudus, sehingga dengan demikian tidak ada tempat lagi bagi dosa, yang terkecil sekalipun, sebab hadirat Allah tidak berkompromi dengan dosa. Artinya, Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa asal.


4. Dasar dari Kitab Wahyu

Kita mengetahui dari Kitab Wahyu, bahwa Bunda Maria-lah yang disebut sebagai perempuan yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa… yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (Why 12: 1-6). Kemenangan atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’.


Dasar dari Tradisi Suci


Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyatakan bahwa Bunda Maria tidak bernoda: 
  1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[11]
  2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”[12]
  3. Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya”[13].
  4. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu…[14]
  5. St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”[15]
  6.  Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.”[16].
  7. St. Gregorius Nazianza (390): Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar. [17]
  8. St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa[18]
  9. Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.” [19].
  10. Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.[20]
  11. St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”[21]
  12. St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”[22]



Jika Maria tanpa noda dosa, apakah dia membutuhkan Kristus untuk menyelamatkannya?

Jawabnya tentu: YA! Karena segala keistimewaan yang diberikan kepadanya hanya mungkin diperoleh melalui Keselamatan yang diberikan oleh Kristus sendiri. Duns Scotus (1264- 1308) seorang Franciskan mengatakan hal ini dengan indahnya, “Malah Maria, melebihi siapapun membutuhkan Kristus sebagai Penyelamatnya, sebab ia dapat tercemar oleh noda dosa asal seandainya rahmat dari Sang Penyelamat tidak mencegah hal ini.”[23] Keistimewaan rahmat yang membuat Maria dibebaskan dari noda dosa asal adalah bentuk penghormatan Yesus kepada Maria ibu-Nya, sesuatu yang menjadi hak-Nya sebagai Tuhan.


Apa pentingnya Dogma ini buat kita?

Bunda Maria yang tidak bernoda, tubuh dan jiwanya, tidak dimaksudkan ‘hanya’ untuk melukiskan keistimewaan Maria, tetapi untuk memberi gambaran bagi Gereja.[24] Seperti Maria, Gereja juga dikatakan sebagai ‘tidak bernoda.’ Hal ini juga dikatakan oleh Rasul Paulus yang mengatakan bahwa Kristus akan menempatkan Gereja di hadapanNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut …supaya GerejaNya kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Jadi, kita sebagai anggota Gereja diajak untuk melihat Maria sebagai teladan. Kita harus berjuang ‘mengalahkan’ bujukan Iblis setiap hari, dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus.


Kesimpulan:

Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa Asal (Ineffabilis Deus/ The Immaculate Conception) adalah pengajaran yang berdasarkan atas kebijaksanaan Allah yang tak terselami, yang membebaskan Bunda Maria dari dosa asal, sebab ia telah dipilih Allah sejak semula untuk menjadi Ibu PuteraNya Yesus Kristus. Pengajaran yang telah berakar lama dalam Gereja ini mengajak kita untuk melihat Bunda Maria sebagai teladan kekudusan, agar kitapun dapat berjuang hidup kudus setiap hari dengan mengandalkan rahmat Tuhan. Jadi fokus utama dogma ini bukan semata- mata untuk meninggikan Maria, tetapi untuk menyatakan kerahiman Tuhan yang tiada terbatas untuk menguduskan Maria sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus di dunia ini. Karena itu, Maria adalah model bagi Gereja dan teladan bagi kita masing-masing dalam hal kekudusan.

CATATAN KAKI:
  1. Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.”
  2. Santo Ephraem dalam “Nisibene Hymns”, 27, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, ed. John R Willis, S.J., Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 361) menulis, “Sungguh Engkau, Tuhan, dan BundaMu adalah hanya satu-satunya yang cantik sempurna di dalam segala hal; sebab, Tuhan, tidak ada noda di dalam-Mu dan juga tidak ada noda apapun di dalam BundaMu…”
  3. Santo Agustinus, dalam “On Nature and Grace“, Chap. 36:42, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church Fathers, Ibid., h. 265) menulis, “Kita harus menerima Perawan Maria yang kudus, tentangnya saya tidak akan pernah mempertanyakan jika kita membahas tentang dosa, karena hormatku kepada Tuhan, sebab dari Dia kita tahu akan betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa sampai sekecil- kecilnya, telah diberikan kepadanya (Bunda Maria) yang telah dipercayakan untuk mengandung dan melahirkan Dia (Yesus) yang sudah pasti tidak berdosa…”
  4. Santo Irenaeus, dalam “Against Heresies, V, The New Creation in Christ” (dikutip dan diterjemahkan dari buku Early Christian Fathers, ed. Cyril C. Richardson, Touchstone, Simon & Schuster, NY, 1996) hl. 389-390, menyebutkan Maria sebagai Hawa yang baru, “Seluruh umat manusia berada dalam kuasa maut melalui perbuatan seorang perawan (Hawa), maka seluruh umat manusia juga diselamatkan melalui seorang perawan (Maria, Hawa yang baru) dan karenanya, ketidaktaatan seorang perawan diimbangi oleh ketaatan perawan yang lain.” Dari sini, para Bapa Gereja menyimpulkan bahwa ketaatan total Maria dimungkinkan oleh ketotalan kemurniannya tanpa dosa asal.
  5. John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356
  6. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15).
  7. John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.”
  8. John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother, “Woman, behold, your son! Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!”
  9. Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.”
  10. Lihat, Defining the Dogma of the Immaculate conception, Ineffabilis Deus, par. The Annunciation, “They (the Church Fathers) thought that this singular and solemn salutation, never heard before, showed that the Mother of God is the seat of all divine graces and is adorned with all gifts of the Holy Spirit…“
  11. Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24
  12. St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me
  13. Origen, Homily 1
  14. St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8
  15. St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216
  16. St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599
  17. St. Gregorius, Sermon 38
  18. St. Augustine, Nature and Grace 36:42
  19. Theodotus, Homily 6:11
  20. Proclus, Homily 1
  21. St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350
  22. Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali
  23. Diterjemahkan dari New Catholic Encyclopedia, The Catholic University of America, Washington D.C., 1967, Book VII, p. 381.
  24. Lihat Hugo Rahner, SJ, Our Lady and the Church, (Zaccheus Press, Bethesda, 1968, reprint 1990), p. 17, “But this mystery of the Immaculate Conception of Mary is not only a personal priviledge granted to her who was to become the Mother of God. Mary thereby become the figure of the Church…” and p. 20, “The word ‘immaculate’ indeed sums up the mystery of our own spiritual life. We are members of the Church, and in us the Church’s mystery must be accomplished; it begins with Mary Immaculate, and we in turn, by the power of the Holy Spirit, must once more become immaculate. In each of us the victory over the serpent must be achieved….” 

Sumber : www.katolisitas.org.

Apakah Dasar Pertimbangan Tanggal 8 September Dirayakan Sebagai Hari Kelahiran Maria ?


Hari ini Gereja seluruh dunia merayakan “Pesta kelahiran Santa Perawan Maria”. Pesta ini sesungguhnya menunjukkan betapa Gereja mengasihi dan menghormati Bunda Maria sebagai wanita yang punya peranan besar di dalam karya keselamatan Allah. Sehubungan dengan pesta ini mungkin terlintas dalam benak kita pertanyaan berikut: “Landasan pemikiran apa yang melatarbelakangi pesta ini?”

Kita tidak bisa langsung menjawab pertanyaan ini dengan membeberkan peristiwa kelahiran Maria secara lengkap dan obyektif berdasarkan informasi dari dokumen – dokumen terpercaya Gereja seperti Alkitab. Yang mungkin bagi kita ialah melihat peranan dan kedudukan Maria di dalam rencana dan karya keselamatan Allah di dalam sejarah.

Tentang hal ini Gereja mengajarkan bahwa Allah – setelah kejatuhan manusia – menjanjikan seorang Penebus bagi umat manusia. Penebus itu adalah AnakNya sendiri. Untuk maksud luhur itu Allah membutuhkan kerjasama manusia; Allah membutuhkan seorang perempuan untuk mengandungkan dan melahirkan AnakNya. Kebeneran iman ini dikatakan Santo Paulus dalam suratnya kepada Galatia: “…Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan…” (Gal 4:4).

Siapa perempuan itu? Perempuan itu adalah Maria, seorang puteri keturunan Abraham. Dari sini Gereja mengajarkan bahwa Maria telah ditentukan Allah sedari kekal untuk mengandung dan melahirkan AnakNya. Untuk itu ia suci sejak lahirnya dan diperkandungkan tanpa noda dosa asal.

Dalam konteks pengakuan iman inilah, Gereja merasa perlu menentukan suatu hari khusus (yaitu: 8 September) untuk merayakan peristiwa kelahiran Maria. Dasar pertimbangan disini – barangkali sangat sederhana – ialah bahwa sebagai manusia, Maria tentu pernah lahir pada waktu dan tempat tertentu, dari orangtua dan suku tertentu. Injil – injil sendiri tidak mengatakan secara jelas bahwa Maria juga adalah keturunan Daud, sebagaimana Yusuf suaminya. Yang penting disini bukanlah ketepatan hari kelahiran itu tetapi ungkapan iman Gereja akan Maria sebagai perempuan yang ditentukan Allah untuk mengandungkan dan melahirkan AnakNya.

Seturut sejarah, mulanya pesta ini dirayakan di lingkungan Gereja Timur berdasarkan ilham dari tulisan – tulisan apokrif pada abad ke – 6; pada akhir abad ke – 7, barulah pesta ini diterima dan dirayakan di dalam Gereja Barat Roma.

Sumber : www.imankatolik.or.id.

Sabtu, 05 September 2015

Inilah Kisah Yesus Dalam Film Versi Umat Islam, Adakah Perbedaan Antara Kisah Yesus Dalam Agama Islam Dan Katolik ? Silahkan Anda Saksikan Sendiri !

The Messiah (Iranian Film) [FULL MOVIE] 

Tentang Film "The Messiah".

File:Messiah Poster - LC.jpg

Mesih (Iran: بشارت منجی), lebih sering dan secara resmi disebut sebagai Mesias, tetapi juga disebut sebagai 'Yesu "Baik Kabar dari penyelamat "di Persia,  'Yesus, Roh Allah', 'Messia' adalah film dari 2007 Republik Islam Iran, disutradarai oleh Nader Nader, yang menggambarkan kehidupan Yesus dari perspektif Islam, tidak hanya berdasarkan pada Injil Kanonik, tetapi juga Qur'an, dan, tampaknya, para Injil Barnabas. Yang sesuai dengan penafsiran Islam asal-usul Kristen. Aktor Iran, Ahmad Soleimani Nia memainkan peran Yesus. Beberapa organisasi Islam mengutipnya untuk mendukung pandangan Islam tentang Yesus. 

Nader mengatakan dari The Passion of the Christ, "Gibson film ini adalah film yang sangat baik. Saya berarti bahwa itu adalah film yang dikarang tetapi cerita ini salah."  Film ini memiliki dua ujung, salah satu dari Kristen Alkitab dan satu dari Al-Qur'an. 

Mesias
Mesias Poster - LC.jpg
Mesias
Diarahkan olehNader Nader
Diproduksi olehAbdollah Saeedi
Ditulis olehNader Nader
DibintangiAhmad Soleimani Nia
Musik olehLoris Tjeknavorian
Pembuatan filmSadegh Mianji
Tanggal rilis
  • 18 Oktober 2007(Festival Cinema dan Agama)
NegaraIran

Film ini telah diadaptasi menjadi sebuah serial televisi dan ditampilkan di TV Iran. Ragam menyatakan bahwa "Dengan lebih dari 1.000 pelaku dan tambahan, itu adalah salah satu produksi film terbesar yang pernah dilakukan di Iran. Semakin lama versi film ini ditayangkan 20 episode 45 menit setelah versi teater dilepaskan di sini. ". Serial ini sedang dijuluki dalam banyak bahasa termasuk bahasa Arab untuk menunjukkan di stasiun televisi Arab.

Sebuah menunjukkan dari seri berdasarkan film oleh dua Lebanon stasiun televisi Al-Manar dan National Broadcasting Network selama bulan suci Ramadhan telah terhenti setelah siaran dari satu episode awal, sebagai otoritas agama Kristen di negara itu menuntut siaran ditunda karena banyak penggambaran di film bertentangan dengan keyakinan gereja Kristen tradisional tentang Yesus. Siaran ini dijadwalkan dalam serangkaian disesuaikan dengan televisi dan dijuluki ke dalam bahasa Arab dan ditampilkan di banyak stasiun televisi Arab selama bulan Ramadhan. Film ini menggambarkan Yesus sebagai seorang nabi dan bukan sebagai Anak Allah dan klaim dia tidak disalibkan dan bahwa orang lain disalibkan di tempatnya. Biopic Nader berisi Yudas Iskariot yang disalib bukan Yesus. Kristen percaya Yesus adalah Anak Allah dan dengan demikian bagian dari Tritunggal Kudus dan bahwa ia mati disalib untuk mencapai keselamatan manusia sebelum membangkitkan dan naik ke surga.


Penghargaan.

Film ini diputar di festival film Philadelphia Pada  Film Festival Agama pada tahun 2007.  Pemerintah Italia telah memberikan film penghargaan untuk mempromosikan pemahaman antar agama.


Kisah Yesus Dalam Injil Yohanes (Kristen Katolik)


The Gospel of John (Full Movie True Story, HD Wide Screen) Indonesia Subtitle


Benarkah Yesus Di Salib ?

Bagi anda yang ingin mengetahui analisa siapa yang disalib pada peristiwa "penyaliban Yesus" silahkan baca artikel di link berikut :

Sumber : 
Sumber : 
  1. https://www.youtube.com/watch?v=9f7yqAucoHQ
  2. https://en.wikipedia.org/wiki/The_Messiah_(2007_film)

Anda perlu baca juga :

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...